Sabtu, 31 Maret 2012

Perkembangan Ilmu Kimia Menurut Pandangan Islam



Pada akhir abad ke-17 ilmu kimia berkembang sebagai suatu ilmu pengetahuan setelah Antoine lauzent lavoiser metode yang kini dikenal sebagai “ metode ilmiah ” yakni metode dengan pengamatan-pengamatan, menghubungkan perkiraan, menguji perkiraan dengan percobaan selanjutnya, dan akhirnya menarik kesimpulan.
Peranan matematika pada perkembangan kimia dan IPA pada umumnya, sebagai pengetahuan eksas kimia tergantung pada bilangan-bilangan pada aspek-aspek teoritis maupun praktis.
Perkembangan ilmu kimia menjadi pesat setelah digunakan metode ilmiah yang tidak terlepas hubungannya dengan matematik, karena data yang diperoleh adalah dari eksperimen secara kuantitatif.
Kimia menggabungkan antara spiritual, kerajinan dan sifat-sifat magis dengan keadaan unsur-unsur alam khususnya dalam pengolahan logam dan obat.
Kimia berkembang dalam dunia Islam melalui transformasi berbagai budaya intelektual.  Pengaruh budaya ini sekaligus sebagai akar-akar sains Islam pada umumnya. Kimia dalam Islam mengembangkan sistem falsafahnya berhubungan erat dengan agama dan kepercayaan.
Masa gemilang atas kekayaan khazanah intelektual Islam amat dipengaruhi oleh ilmuwan dan filosof masa tersebut. Kesan terbuka, pluralis dan toleran cukup menonjol dalam karakter ilmuwan muslim. Spirit independensi atau otonomi intelektual mewarnai atmosfir kehidupan para ilmuwan dan filosof dalam membangun sains-sains Islam yang mengagumkan. Tradisi intelektual masyarakat muslim yang terus menerus selama tiga setengah abad menjadi stimulus bagi munculnya sains di Eropa yang sebelumnya terkukung oleh kekuasaan agama yang hegemonik.
Seluruh lapisan masyarakat Eropa dengan gairah yang luar biasa secara bersama melepaskan hegemoni agama, dimana selama ini telah berperan sebagai institusi yang sangat dominan dalam memegang otoritas segala bentuk kebenaran.
Ilmu kimia merupakan sumbangan penting yang telah diwariskan para kimiawan Muslim di abad keemasan bagi peradaban modern. Para ilmuwan dan sejarah Barat pun mengakui bahwa dasar-dasar ilmu kimia modern diletakkan para kimiawan Muslim. Tak heran, bila dunia menabalkan kimiawan Muslim bernama Jabir Ibnu Hayyan sebagai 'Bapak Kimia Modern'. "Para kimiawan Muslim adalah pendiri ilmu kimia," cetus Ilmuwan berkebangsaan Jerman di abad ke-18 M. Will Durant dalam The Story of Civilization IV: The Age of Faith, juga mengakui bahwa para kimiawan Muslim di zaman kekhalifahanlah yang meletakkan fondasi ilmu kimia modern.
Dalam masa genggaman ilmuwan muslim yang dipelopori Jabir, identitas ini perlahan mulai berubah dan ditransformasikan sebagai sebuah sains yang berusaha mendemistifikasi alam (Islam dengan tegas menyatakan bahwa alam adalah bidang yang teratur dan continue, universal dan pasti) dengan menggunakan pendekatan akal budi. Bahkan, metode eksperimen dari ilmuan kimia muslim Jabir inilah yang pada akhirnya diadopsi oleh Eropa sebagai salah satu instrumen untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang kemudian dikenal dengan sebutan metode ilmiah.
Metode ini mulai dipergunakan di Eropa setelah zaman pertengahan yang dipelopori oleh Francis Bacon (1561-1626). Sejak itulah paradigma sains-sains yang telah ada berangsur-angsur berubah kearah sains modern sepertisaat ini.
Kajian ini berusaha mengulas kembali kemunculan kimia sebagai bagian dari sains. Islam yang dihasilkan melalui proses kultural, serta mengetahui perkembangan dan manfaatnya dari kimia klasik hingga kimia modern di dunia muslim.
Menurut Durant, kimia merupakan ilmu yang hampir seluruhnya diciptakan oleh peradaban Islam. "Dalam bidang ini (kimia), peradaban Yunani (seperti kita ketahui) hanya sebatas melahirkan hipotesis yang samar-samar," ungkapnya.
Sedangkan, peradaban Islam, papar dia, telah memperkenalkan observasi yang tepat, eksperimen yang terkontrol, serta catatan atau dokumen yang begitu teliti. Tak hanya itu, sejarah mencatat bahwa peradaban Islam di era kejayaan telah melakukan revolusi dalam bidang kimia.
Kimiawan Muslim telah mengubah teori-teori ilmu kimia menjadi sebuah industri yang penting bagi peradaban dunia. Dengan memanfaatkan ilmu kimia, Ilmuwan Islam di zaman kegemilangan telah berhasil menghasilkan sederet produk dan penemuan yang sangat dirasakan manfaatnya hingga kini.
Berkat revolusi sains yang digelorakan para kimiawan Muslim-lah, dunia mengenal berbagai industri serta zat dan senyawa kimia penting. Adalah fakta tak terbantahkan bahwa alkohol, nitrat, asam sulfur, nitrat silver, dan potasium-senyawa penting dalam kehidupan manusia modern-merupakan penemuan para kimiawan Muslim. Revolusi ilmu kimia yang dilakukan para kimiawan Muslim di abad kejayaan juga telah melahirkan teknik-teknik sublimasi, kristalisasi, dan distilasi. Dengan menguasai teknik-teknik itulah, peradaban Islam akhirnya mampu membidani kelahiran sederet industri penting bagi umat manusia, seperti industri farmasi, tekstil, perminyakan, kesehatan, makanan dan minuman, perhiasan, hingga militer.
Pencapaian yang sangat fenomenal itu merupakan buah karya dan dedikasi para ilmuwan seperti Jabir Ibnu Hayyan, Al-Razi, Al-Majriti, Al-Biruni, Ibnu Sina, dan masih banyak yang lainnya. Setiap kimiawan Muslim itu telah memberi sumbangan yang berbeda-beda bagi pengembangan ilmu kimia. Jabir (721 M-815 M), misalnya, telah memperkenalkan eksperimen atau percobaan kimia. Ia bekerja keras mengelaborasi kimia di sebuah laboratorium dengan serangkaian eksperimen. Salah satu ciri khas eksperimen yang dilakukannya bersifat kuantitatif. Ilmuwan Muslim berjuluk 'Bapak Kimia Modern' itu juga tercatat sebagai penemu sederet proses kimia, seperti penyulingan/distilasi, kristalisasi, kalnasi, dan sublimasi.
Cendekiawan-cendikiawan Barat mengakui bahwa Jabir Ibnu Hayyan (721-815 H.) adalah orang yang pertama yang menggunakan metode ilmiah dalam kegiatan penelitiannya dalam bidang alkemi yang kemudian oleh ilmuan Barat diambil dan dikembangkan menjadi apa yang dikenal sekarang sebagai ilmu kimia. Jabir, di Barat dikenal Geber, adalah orang yang pertama mendirikan suatu bengkel dan mempergunakan tungku untuk mengolah mineral-mineral dan mengekstraksi dan mineral-mineral itu zat-zat kimiawi serta mengklasifikasikannya.
Muhammad Ibnu Zakaria, al-Rozi (865-925), telah melakukan kegiatan yang lazim dilakukan oleh ahli kimia dengan menggunakan alat-alat khusus, seperti distilasi, kristalisasi, dan sebagainya. Buku al-Razi (Razes), diakui sebagai buku pegangan laboratorium kimia pertama di dunia.
Sang ilmuwan yang dikenal di Barat dengan sebutan 'Geber' itu pun tercatat berhasil menciptakan instrumen pemotong, pelebur, dan pengkristal. Selain itu, dia pun mampu menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, dan pemurnian. Berkat jasanya pula, teori oksidasi-reduksi yang begitu terkenal dalam ilmu kimia terungkap. Senyawa atau zat penting seperti asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, dan asam asetat lahir dari hasil penelitian dan pemikiran Jabir. Ia pun sukses melakukan distilasi alkohol. Salah satu pencapaian penting lainnya dalam merevolusi kimia adalah mendirikan industri parfum.
Muhammad Ibn Zakariya ar-Razi Ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa melakukan revolusi dalam ilmu kimia adalah Al-Razi (lahir 866 M). Dalam karyanya berjudul, Secret of Secret, Al-Razi mampu membuat klasifikasi zat alam yang sangat bermanfaat. Ia membagi zat yang ada di alam menjadi tiga, yakni zat keduniawian, tumbuhan, dan zat binatang. Soda serta oksida timah merupakan hasil kreasinya. Al-Razi pun tercatat mampu membangun dan mengembangkan laboratorium kimia bernuansa modern. Ia menggunakan lebih dari 20 peralatan laboratorium pada saat itu. Dia juga menjelaskan eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. "Al-Razi merupakan ilmuwan pelopor yang menciptakan laboratorium modern," ungkap Anawati dan Hill.
Bahkan, peralatan laboratorium yang digunakannya pada zaman itu masih tetap dipakai hingga sekarang. "Kontribusi yang diberikan Al-Razi dalam ilmu kimia sungguh luar biasa penting," cetus Erick John Holmyard (1990) dalam bukunya, Alchemy. Berkat Al-Razi pula industri farmakologi muncul di dunia.
Sosok kimiawan Muslim lainnya yang tak kalah populer adalah Al-Majriti (950 M-1007 M). Ilmuwan Muslim asal Madrid, Spanyol, ini berhasil menulis buku kimia bertajuk, Rutbat Al-Hakim. Dalam kitab itu, dia memaparkan rumus dan tata cara pemurnian logam mulia. Dia juga tercatat sebagai ilmuwan pertama yang membuktikan prinsip-prinsip kekekalan masa yang delapan abad berikutnya dikembangkan kimiawan Barat bernama Lavoisier.
Sejarah peradaban Islam pun merekam kontribusi Al-Biruni (wafat 1051 M) dalam bidang kimia dan farmakologi. Dalam Kitab Al-Saydalah (Kitab Obat-obatan), dia menjelaskan secara detail pengetahuan tentang obat-obatan. Selain itu, ia juga menegaskan pentingnya peran farmasi dan fungsinya. Begitulah, para kimiawan Muslim di era kekhalifahan berperan melakukan revolusi dalam ilmu kimia.
Dulu dunia islam sangat maju sebelum terjadi perang salib, mulai dari ilmu kedokteran, kimia, biologi, sosial, ilmu perbintangan/astronomi, aljabar, science, filsafat dll semua ada di perpustakaan baghdad irak.
dimana selama masa perang salib, banyak buku-buku islam yang diambil, dan dibawa oleh pasukan salib dan sebagian lain dibakar oleh pasukan salib. karena pada saat terjadi serangan pasukan salibis, buku-buku di perpustakaan Baghdad dibakar dan dibuang ke sungai tigris. Jadi hampir semua teknologi dan science yang ada di tangan orang-orang barat berasal dari kebudayaan Islam.
Kimia yang menjadi cikal bakal ilmu kimia modern seperti yang telah dinikmati pada saat ini, sesungguhnya pernah melewati tahapan di mana teori-teori klasik yang dihasilkan berasal dari olahan dan hasil karya ilmuwan muslim abad ke-12 yang lampau. Kimia di tangan ilmuwan muslim mengalami lonjakan kemajuan besar karena terjadi perubahan paradigma dalam mengemas sebuah ilmu pengetahuan dengan menggunakan tahapan verifikasi melalui sebuah eksperimen. Hasil-hasil temuan para ilmuwan muslim ini pun masih dirasakan manfaatnya hingga sekarang. Perpindahan kimia Islam ke Eropa menjadi titik balik kemunduran kimia dan sains-sains Islam pada umumnya yang sebelumnya menjadi lokomotif kemajuan ilmu pengetahuan di seluruh penjuru dunia. Bersamaan dengan itu, kimia secara perlahan mulai ditinggalkan oleh ilmuwan masyarakat yang mulai beralih kepada ilmu kimia modern karena memiliki kerangka kerjayang lebih handal dan teliti dalam kajian kealaman.
Beberapa ilmuan muslim mengejar ketinggalan kemajuan ilmu kimia modern melalui riset-riset yang terus dikembangkan seperti yang kerap dilakukan pada lembaga-lembaga akademik. Semangat dan kinerja yang ditunjukkan ilmuwan muslim serta hasil dari kegiatan ilmiah tersebut dapat dianggap sebagai modal dan aset untuk kemajuan ilmu kimia yang lebih baik serta pemanfaatan yang lebih meluas dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat muslim. Problem terbesar tersendatnya kemajuan ilmu kimia didunia muslim terletak pada dukungan yang kongkret dari semua pihak. Diantara yang mutlak diperlukan adalah dukungan moril baik dari instansi pemerintah, institusi agama dan masyarakat, serta dukungan materil berupa kucuran dana yang signifikan.
Demikianlah, perkembangan ilmu kimia di dunia muslim diawali kira-kira sejak satu abad setelah hadirnya peradaban Islam, kemudian berkembang hingga masa sekarang. Ilmu kimia modern berhutang banyak pada kimia Islam lebih dari seperangkat metode, tetapi juga produk-produk kimiawi yang manfaatnya dirasakan hingga masa sekarang. Ilmuwan muslim secara perlahan tetapi pasti telah berupaya mengejar ketertinggalannya. Dengan kuantitas dan kualitas yang dihasilkan di ilmuwan kimia muslim, cukuplah kompetitif untuk diharapkan dengan apa yang telah dihasilkan di Barat.

DAFTAR PUSTAKA
http://fanni.suyuti.com/2012/02/jejak-perjalanan-sains-dalam-dunia-islam/

Masyarakat primitif tak biasa mengatasi kekuatan-kekuatan alam yang membawa bencana seperti gempa, banjir, wabah penyakit. Sehingga perkiraan mereka apabila dipuja bencana tidak akan terulang lagi. Pada abad pertengahan, sikap yang demikian beralih kapada mistik. Hal ini tidak memberikan sumbangan pada perkembangan ilmu kimia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar