Sabtu, 31 Maret 2012

Kenangan SMANDU Tanjungbalai








Kenangan-kenangan SMANDU Tanjungbalai Sumatera Utara

3 tahun yang telah terjadi pada kehidupan tidak akan pernah terlupakan. semua manusia ditemui, semua mata terlihat, dan semua kata telah terdengarkan.

ya Allah, kuatkan lah persaudaraan kami, hanya pada-Mu kami berserah.........

Terimakasih SMANDU Tanjungbalai, kau tempat aku mencari ilmu, kau takkan ku lupakan......
kau membuatku tak tahu menjadi tahu
kau membuat aku tak bisa menjadi bisa


Perkembangan Ilmu Kimia Menurut Pandangan Islam



Pada akhir abad ke-17 ilmu kimia berkembang sebagai suatu ilmu pengetahuan setelah Antoine lauzent lavoiser metode yang kini dikenal sebagai “ metode ilmiah ” yakni metode dengan pengamatan-pengamatan, menghubungkan perkiraan, menguji perkiraan dengan percobaan selanjutnya, dan akhirnya menarik kesimpulan.
Peranan matematika pada perkembangan kimia dan IPA pada umumnya, sebagai pengetahuan eksas kimia tergantung pada bilangan-bilangan pada aspek-aspek teoritis maupun praktis.
Perkembangan ilmu kimia menjadi pesat setelah digunakan metode ilmiah yang tidak terlepas hubungannya dengan matematik, karena data yang diperoleh adalah dari eksperimen secara kuantitatif.
Kimia menggabungkan antara spiritual, kerajinan dan sifat-sifat magis dengan keadaan unsur-unsur alam khususnya dalam pengolahan logam dan obat.
Kimia berkembang dalam dunia Islam melalui transformasi berbagai budaya intelektual.  Pengaruh budaya ini sekaligus sebagai akar-akar sains Islam pada umumnya. Kimia dalam Islam mengembangkan sistem falsafahnya berhubungan erat dengan agama dan kepercayaan.
Masa gemilang atas kekayaan khazanah intelektual Islam amat dipengaruhi oleh ilmuwan dan filosof masa tersebut. Kesan terbuka, pluralis dan toleran cukup menonjol dalam karakter ilmuwan muslim. Spirit independensi atau otonomi intelektual mewarnai atmosfir kehidupan para ilmuwan dan filosof dalam membangun sains-sains Islam yang mengagumkan. Tradisi intelektual masyarakat muslim yang terus menerus selama tiga setengah abad menjadi stimulus bagi munculnya sains di Eropa yang sebelumnya terkukung oleh kekuasaan agama yang hegemonik.
Seluruh lapisan masyarakat Eropa dengan gairah yang luar biasa secara bersama melepaskan hegemoni agama, dimana selama ini telah berperan sebagai institusi yang sangat dominan dalam memegang otoritas segala bentuk kebenaran.
Ilmu kimia merupakan sumbangan penting yang telah diwariskan para kimiawan Muslim di abad keemasan bagi peradaban modern. Para ilmuwan dan sejarah Barat pun mengakui bahwa dasar-dasar ilmu kimia modern diletakkan para kimiawan Muslim. Tak heran, bila dunia menabalkan kimiawan Muslim bernama Jabir Ibnu Hayyan sebagai 'Bapak Kimia Modern'. "Para kimiawan Muslim adalah pendiri ilmu kimia," cetus Ilmuwan berkebangsaan Jerman di abad ke-18 M. Will Durant dalam The Story of Civilization IV: The Age of Faith, juga mengakui bahwa para kimiawan Muslim di zaman kekhalifahanlah yang meletakkan fondasi ilmu kimia modern.
Dalam masa genggaman ilmuwan muslim yang dipelopori Jabir, identitas ini perlahan mulai berubah dan ditransformasikan sebagai sebuah sains yang berusaha mendemistifikasi alam (Islam dengan tegas menyatakan bahwa alam adalah bidang yang teratur dan continue, universal dan pasti) dengan menggunakan pendekatan akal budi. Bahkan, metode eksperimen dari ilmuan kimia muslim Jabir inilah yang pada akhirnya diadopsi oleh Eropa sebagai salah satu instrumen untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang kemudian dikenal dengan sebutan metode ilmiah.
Metode ini mulai dipergunakan di Eropa setelah zaman pertengahan yang dipelopori oleh Francis Bacon (1561-1626). Sejak itulah paradigma sains-sains yang telah ada berangsur-angsur berubah kearah sains modern sepertisaat ini.
Kajian ini berusaha mengulas kembali kemunculan kimia sebagai bagian dari sains. Islam yang dihasilkan melalui proses kultural, serta mengetahui perkembangan dan manfaatnya dari kimia klasik hingga kimia modern di dunia muslim.
Menurut Durant, kimia merupakan ilmu yang hampir seluruhnya diciptakan oleh peradaban Islam. "Dalam bidang ini (kimia), peradaban Yunani (seperti kita ketahui) hanya sebatas melahirkan hipotesis yang samar-samar," ungkapnya.
Sedangkan, peradaban Islam, papar dia, telah memperkenalkan observasi yang tepat, eksperimen yang terkontrol, serta catatan atau dokumen yang begitu teliti. Tak hanya itu, sejarah mencatat bahwa peradaban Islam di era kejayaan telah melakukan revolusi dalam bidang kimia.
Kimiawan Muslim telah mengubah teori-teori ilmu kimia menjadi sebuah industri yang penting bagi peradaban dunia. Dengan memanfaatkan ilmu kimia, Ilmuwan Islam di zaman kegemilangan telah berhasil menghasilkan sederet produk dan penemuan yang sangat dirasakan manfaatnya hingga kini.
Berkat revolusi sains yang digelorakan para kimiawan Muslim-lah, dunia mengenal berbagai industri serta zat dan senyawa kimia penting. Adalah fakta tak terbantahkan bahwa alkohol, nitrat, asam sulfur, nitrat silver, dan potasium-senyawa penting dalam kehidupan manusia modern-merupakan penemuan para kimiawan Muslim. Revolusi ilmu kimia yang dilakukan para kimiawan Muslim di abad kejayaan juga telah melahirkan teknik-teknik sublimasi, kristalisasi, dan distilasi. Dengan menguasai teknik-teknik itulah, peradaban Islam akhirnya mampu membidani kelahiran sederet industri penting bagi umat manusia, seperti industri farmasi, tekstil, perminyakan, kesehatan, makanan dan minuman, perhiasan, hingga militer.
Pencapaian yang sangat fenomenal itu merupakan buah karya dan dedikasi para ilmuwan seperti Jabir Ibnu Hayyan, Al-Razi, Al-Majriti, Al-Biruni, Ibnu Sina, dan masih banyak yang lainnya. Setiap kimiawan Muslim itu telah memberi sumbangan yang berbeda-beda bagi pengembangan ilmu kimia. Jabir (721 M-815 M), misalnya, telah memperkenalkan eksperimen atau percobaan kimia. Ia bekerja keras mengelaborasi kimia di sebuah laboratorium dengan serangkaian eksperimen. Salah satu ciri khas eksperimen yang dilakukannya bersifat kuantitatif. Ilmuwan Muslim berjuluk 'Bapak Kimia Modern' itu juga tercatat sebagai penemu sederet proses kimia, seperti penyulingan/distilasi, kristalisasi, kalnasi, dan sublimasi.
Cendekiawan-cendikiawan Barat mengakui bahwa Jabir Ibnu Hayyan (721-815 H.) adalah orang yang pertama yang menggunakan metode ilmiah dalam kegiatan penelitiannya dalam bidang alkemi yang kemudian oleh ilmuan Barat diambil dan dikembangkan menjadi apa yang dikenal sekarang sebagai ilmu kimia. Jabir, di Barat dikenal Geber, adalah orang yang pertama mendirikan suatu bengkel dan mempergunakan tungku untuk mengolah mineral-mineral dan mengekstraksi dan mineral-mineral itu zat-zat kimiawi serta mengklasifikasikannya.
Muhammad Ibnu Zakaria, al-Rozi (865-925), telah melakukan kegiatan yang lazim dilakukan oleh ahli kimia dengan menggunakan alat-alat khusus, seperti distilasi, kristalisasi, dan sebagainya. Buku al-Razi (Razes), diakui sebagai buku pegangan laboratorium kimia pertama di dunia.
Sang ilmuwan yang dikenal di Barat dengan sebutan 'Geber' itu pun tercatat berhasil menciptakan instrumen pemotong, pelebur, dan pengkristal. Selain itu, dia pun mampu menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, dan pemurnian. Berkat jasanya pula, teori oksidasi-reduksi yang begitu terkenal dalam ilmu kimia terungkap. Senyawa atau zat penting seperti asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, dan asam asetat lahir dari hasil penelitian dan pemikiran Jabir. Ia pun sukses melakukan distilasi alkohol. Salah satu pencapaian penting lainnya dalam merevolusi kimia adalah mendirikan industri parfum.
Muhammad Ibn Zakariya ar-Razi Ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa melakukan revolusi dalam ilmu kimia adalah Al-Razi (lahir 866 M). Dalam karyanya berjudul, Secret of Secret, Al-Razi mampu membuat klasifikasi zat alam yang sangat bermanfaat. Ia membagi zat yang ada di alam menjadi tiga, yakni zat keduniawian, tumbuhan, dan zat binatang. Soda serta oksida timah merupakan hasil kreasinya. Al-Razi pun tercatat mampu membangun dan mengembangkan laboratorium kimia bernuansa modern. Ia menggunakan lebih dari 20 peralatan laboratorium pada saat itu. Dia juga menjelaskan eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. "Al-Razi merupakan ilmuwan pelopor yang menciptakan laboratorium modern," ungkap Anawati dan Hill.
Bahkan, peralatan laboratorium yang digunakannya pada zaman itu masih tetap dipakai hingga sekarang. "Kontribusi yang diberikan Al-Razi dalam ilmu kimia sungguh luar biasa penting," cetus Erick John Holmyard (1990) dalam bukunya, Alchemy. Berkat Al-Razi pula industri farmakologi muncul di dunia.
Sosok kimiawan Muslim lainnya yang tak kalah populer adalah Al-Majriti (950 M-1007 M). Ilmuwan Muslim asal Madrid, Spanyol, ini berhasil menulis buku kimia bertajuk, Rutbat Al-Hakim. Dalam kitab itu, dia memaparkan rumus dan tata cara pemurnian logam mulia. Dia juga tercatat sebagai ilmuwan pertama yang membuktikan prinsip-prinsip kekekalan masa yang delapan abad berikutnya dikembangkan kimiawan Barat bernama Lavoisier.
Sejarah peradaban Islam pun merekam kontribusi Al-Biruni (wafat 1051 M) dalam bidang kimia dan farmakologi. Dalam Kitab Al-Saydalah (Kitab Obat-obatan), dia menjelaskan secara detail pengetahuan tentang obat-obatan. Selain itu, ia juga menegaskan pentingnya peran farmasi dan fungsinya. Begitulah, para kimiawan Muslim di era kekhalifahan berperan melakukan revolusi dalam ilmu kimia.
Dulu dunia islam sangat maju sebelum terjadi perang salib, mulai dari ilmu kedokteran, kimia, biologi, sosial, ilmu perbintangan/astronomi, aljabar, science, filsafat dll semua ada di perpustakaan baghdad irak.
dimana selama masa perang salib, banyak buku-buku islam yang diambil, dan dibawa oleh pasukan salib dan sebagian lain dibakar oleh pasukan salib. karena pada saat terjadi serangan pasukan salibis, buku-buku di perpustakaan Baghdad dibakar dan dibuang ke sungai tigris. Jadi hampir semua teknologi dan science yang ada di tangan orang-orang barat berasal dari kebudayaan Islam.
Kimia yang menjadi cikal bakal ilmu kimia modern seperti yang telah dinikmati pada saat ini, sesungguhnya pernah melewati tahapan di mana teori-teori klasik yang dihasilkan berasal dari olahan dan hasil karya ilmuwan muslim abad ke-12 yang lampau. Kimia di tangan ilmuwan muslim mengalami lonjakan kemajuan besar karena terjadi perubahan paradigma dalam mengemas sebuah ilmu pengetahuan dengan menggunakan tahapan verifikasi melalui sebuah eksperimen. Hasil-hasil temuan para ilmuwan muslim ini pun masih dirasakan manfaatnya hingga sekarang. Perpindahan kimia Islam ke Eropa menjadi titik balik kemunduran kimia dan sains-sains Islam pada umumnya yang sebelumnya menjadi lokomotif kemajuan ilmu pengetahuan di seluruh penjuru dunia. Bersamaan dengan itu, kimia secara perlahan mulai ditinggalkan oleh ilmuwan masyarakat yang mulai beralih kepada ilmu kimia modern karena memiliki kerangka kerjayang lebih handal dan teliti dalam kajian kealaman.
Beberapa ilmuan muslim mengejar ketinggalan kemajuan ilmu kimia modern melalui riset-riset yang terus dikembangkan seperti yang kerap dilakukan pada lembaga-lembaga akademik. Semangat dan kinerja yang ditunjukkan ilmuwan muslim serta hasil dari kegiatan ilmiah tersebut dapat dianggap sebagai modal dan aset untuk kemajuan ilmu kimia yang lebih baik serta pemanfaatan yang lebih meluas dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat muslim. Problem terbesar tersendatnya kemajuan ilmu kimia didunia muslim terletak pada dukungan yang kongkret dari semua pihak. Diantara yang mutlak diperlukan adalah dukungan moril baik dari instansi pemerintah, institusi agama dan masyarakat, serta dukungan materil berupa kucuran dana yang signifikan.
Demikianlah, perkembangan ilmu kimia di dunia muslim diawali kira-kira sejak satu abad setelah hadirnya peradaban Islam, kemudian berkembang hingga masa sekarang. Ilmu kimia modern berhutang banyak pada kimia Islam lebih dari seperangkat metode, tetapi juga produk-produk kimiawi yang manfaatnya dirasakan hingga masa sekarang. Ilmuwan muslim secara perlahan tetapi pasti telah berupaya mengejar ketertinggalannya. Dengan kuantitas dan kualitas yang dihasilkan di ilmuwan kimia muslim, cukuplah kompetitif untuk diharapkan dengan apa yang telah dihasilkan di Barat.

DAFTAR PUSTAKA
http://fanni.suyuti.com/2012/02/jejak-perjalanan-sains-dalam-dunia-islam/

Masyarakat primitif tak biasa mengatasi kekuatan-kekuatan alam yang membawa bencana seperti gempa, banjir, wabah penyakit. Sehingga perkiraan mereka apabila dipuja bencana tidak akan terulang lagi. Pada abad pertengahan, sikap yang demikian beralih kapada mistik. Hal ini tidak memberikan sumbangan pada perkembangan ilmu kimia.

Gunung Sibayak




Pada Gunung Sibayak




 Pemandangan Dari atas Gunung Sibayak




Uap Belerang Gunung Sibayak

 

Bebatuan Gunung Sibayak




Pemandangan Hijau Dari Gunung Sibayak




Lubang yang mengeluarkan Asap Belerang
Gunung Sibayak



Indah bukan?????
Gambar-gambar diatas adalah bukti kebesaran Sang Kuasa.......
ya Allah.....
Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu......

Senin, 19 Maret 2012

MODEL PEMBELAJARAN KEMP


BAB I
PENDAHULUAN

Makin maju ilmu pengetahuan mengakibatkan tiap generasi harus meningkatkan pola frekuensi belajarnya. Agar pendidikan dapat dilaksanakan lebih baik tidak terkait oleh aturan yang mengikat kreativitas pembelajar, kiranya tidak memadai hanya digunakan sumber belajar, seperti dosen/guru, buku, modul, audio visual, dan lain-lain, maka hendaknya diberikan kesempatan yang lebih luas dan aturan yang fleksibel kepada pebelajar untuk menentukan strategi belajarnya.
Pola pembelajaran tradisional yang dikenal adalah di mana pengajar mempunyai kedudukan sebagai satu-satunya sumber belajar, menentukan isi dan metode belajar, serta menilai kemampuan belajar pebelajar dalam pembelajaran. Maka untuk itu dikembangkanlah berbagai metode pembelajaran yang sesuai untuk dapat mempertinggi proses belajar dan dapat mempertinggi hasil belajar. Ada beberapa alas an, mengapa media pembelajaran dapat mempertinggi hasil belajar. Media pembelajaran yang dipersiapkan secara khusus oleh kelompok pengajar media yang berinteraksi dengan pembelajar secara tidak langsung, yaitu melalui media, pengajar kelas dan pengajar media.
Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi :tujuan/kompetensi, materi, metode dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih atau menentukan pendekatan dan model pembelajaran.
Pada kesempatan kali ini pemakalah akan membahas tentang model pembelajaran Jerold E. Kemp, dimana model pembelajaran ini mengembangkan model desain instruksional yang paling awal bagi pendidikan. Model Kemp ini juga memberikan bimbingan kepada para siswanya untuk berpikir tentang masalah-masalah umum dan tujuan-tujuan pembelajaran. Agar lebih jelas pemakalah akan menjelaskannya pada Bab selanjutnya.




BAB II
PEMBAHASAN
MODEL PEMBELAJARAN KEMP
Jerold E. Kemp berasal dari California State University di Sanjose. Kemp mengembangkan model desain instruksional yang paling awal bagi pendidikan. Model Kemp memberikan bimbingan kepada para siswanya untuk berpikir tentang masalah-masalah umum dan tujuan-tujuan pembelajaran. Model ini juga mengarahkan para pengembang desain instruksional untuk melihat karakteristik para siswa serta menentukan tujuan-tujuan belajar yang tepat. Langkah berikutnya adalah spesifikasi isi pelajaran dan mengembangkan pretest dari tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya adalah menetakan strategi dan langkah-langkah dalam kegiatan belajar mengajar serta sumber-sumber belajar yang akan digunakan. Selanjutnya, materi/isi (content) kemudian dievaluasi atas dasar tujuan-tujuan yang telah dirumuskan. Langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi dan revisi didasarkan atas hasil-hasil evaluasi.
Perencanaan desain pembelajaran model Kemp dapat digunakan pada tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan, maupun perguruan tinggi.
Desain pembelajaran Model Kemp ini dirancang untuk menjawab tiga pertanyaan, yakni:
1.      Apa yang harus dipelajari siswa (tujuan pembelajaran).
2.      Apa/bagaimana prosedur, dan sumber-sumber belajar apa yang tepat untuk  mencapai hasil belajar yang diinginkan (kegiatan, media, dan sumber belajar yang digunakan).
3.      Bagaimana kita tahu bahwa hasil belajar yang diharapkan telah tercapai (evaluasi).
Langkah-langkah pengembangan desain pembelajaran Model Kemp, terdiri dari delapan langkah, yakni:
1.      Menentukan tujuan instruksional umum (TIU) atau kometensi dasar, yaitu tujuan umum yang ingin dicapai dalam mengajarkan masing-masing pokok bahasan.
2.      Membuat analisis tentang karakteristik siswa. Analisis ini diperlukan antara lain untuk mengetahui apakah latar belakang pendidikan dan social budaya siswa memungkinkan untuk mengikuti program, serta langkah-langkah apa yang perlu diambil.
3.      Menentukan tujuan instruksional secara spesifik, operasional, dan terukur (dalam KTSP adalah indicator). Dengan demikian, siswa akan tahu apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan apa ukurannya bahwa ia telah berhasil. Bagi guru, rumusan itu akan berguna dalam menyusun tes kemampuan/keberhasilan dan pemilihan materi/bahan belajar yang sesuai.
4.      Menentukan materi/bahan ajar yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus (indicator) yang telah dirumuskan. Masalah yang sering kali dihadapi guru-guru adalah begitu banyaknya materi pelajaran yang harus diajarkan dengan waktu yang terbatas. Demikian juga, timbul kesulitan dalam mengorganisasikan materi/bahan ajar yang akan disajikan keada para siswa. Dalam hal ini diperlukan ketepatan guru dalam memilih dan memilah sember belajar, materi, media, dan prosedur pembelajaran yang akan digunakan.
5.      Menetapkan penjajagan atau tes awal (preassessment). Ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan awal siswa dalam memenuhi prasyarat belajar yang dituntut untuk mengikuti program pembelajaran yang akan dilaksanakan. Dengan demikian, guru dapat memilih materi yang diperlukan tanpa harus menyajikan yang tidak perlu, sehingga siswa tidak menjadi bosan.
6.      Menentukan strategi belajar mengajar, media dan sumber belajar. Criteria umum untuk pemilihan strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus (indicator) tersebut, adalah efisiensi, keefektifan, ekonomis, kepraktisan, melalui suatu analisis alternative.
7.      Mengoordinasikan sarana penunjang yang diperlukan meliputi biaya, fasilitas, eralatan, waktu dan tenaga.
8.      Mengadakan evaluasi. Evaluasi ini sangat perlu unuk mengontrol dan mengkaji keberhasilan program secara keseluruhan, yaitu siswa, program pembelajaran, alat evaluasi (tes), dan metode/strategi yang digunakan.
Semua komponen diatas saling berhubungan satu dengan yang lainnya, bila adanya perubahan atau data yang bertentangan dengan pada salah satu komponen mengakibatkan pengaruh pada komponen lainnya. Dalam lingkaran model Kemp menunjukkan kemungkinan revisi iap komponen bila diperlukan.   Revisi dilakukan dengan data pada komponen sebelumnya maupun komponen sebelumnya. Berbeda dengan pendekatan istem dalam pembelajaran, perencanaan desain pembelajaran ini bisa dimulai dari komponen mana saja, jadi perencanaan desain boleh dimulai dengan merencanakan pokok bahasan lebih dulu, atau mungkin dengan evaluasi. Komponen mana yang didahulukan serta diprioritaskan yang dipilih bergantung kepada data apa yang sudah siap, tersedia, situasi, dan kondisi sekolah, atau berganrung pembuat perencanaan itu sendiri.
1.      Pokok Bahasan dan Tujuan Umum (Goals, Topics, and General Purposes)
Pengertian Goals dan General Purposes dipadukan jadi satu pengertian yaitu “tujuan umum”. Dalam prosedur pengembangan pembelajaran biasa disebut tujuan instruksional umum.
a.       Pokok Bahasan
Pokok bahasan menjadi dasar dalam pembelajaran dan menggambarkan ruang lungkup pembelajaran itu sendiri. Pada sekolah dasar kelas rendah, tema/topic bahasan biasanya lebih sederhana umumnya nyata pada pengalaman kehidupan siswa sehari-hari, misalnya: Dita pergi ke Pasar, Mengenal diri, mengenal keluarga dan seterusnya.
Sedangkan di SD kelas tinggi sampai SMA biasanya pokok bahasan disesuaikan dengan SK/KD yang telah dikeluarkan oleh BSNP.
b.      Tujuan Pembelajaran Umum
Tujuan pembelajaran umum adalah tujuan pembelajaran yang sifatnya masih umum dan belum dapat menggambarkan tingkah laku yang lebih spesifik. Tujuan pembelajaran umum ini dapat dilihat dari tujuan setiap pokok bahasan suatu mata pelajaran yang ada didalam silabus atau kurikulum.
Biasanya tujuan umum ditandai dengan kata-kata “memahami”, “mengetahui” dan sebagainya. Kata-kata kerja semacam itu tidak operasional dan sukar menentukan criteria dan spesifikasinya, sehingga susah untuk diukur. Jadi, maksud dan tujuannya merupakan pernyataan.
2.      Karakteristik Siswa (Leaner Characteristic)
Tujuan mengetahui karakteristik siswa adalah untuk mengukur, apakah siswa akan mampu mencapai tujuan belajar atau tidak. Hal-hal yang perlu diketahui dari siswa bukan hanya dari factor akademisnya, tetapi juga dilihat faktor-faktor sosialnya, sebab kedua hal tersebut memengaruhi proses belajar.
Contoh:
Sasaran                               : siswa sekolah
Jumlah siswa                      : 30
Kemampuan membaca       : 12-14
kematangan                        : cukup menguasai cara belajar dengan mencari jawaban
   sendiri
Pengetahuan siswa tentang materi: sebelum mempelajari pokok bahasan, siswa sudah pernah diuji tentang sejarah kemerdekaan.
Analisis karakteritik siswa sangat penting dilakukan pada awal perencanaan. Analisis ini dilakukan dengan memerhatikan cirri, kemampuan, dan pengalaman siswa baik secara individual maupun sebagai kelompok. Hasil analisis ini dapat dijadikan gambaran untuk menyiapkan perangkat pembelajaran
3.      Tujuan Pembelajaran Khusus (Learning Objective)
Tujuan pembelajaran khusus merupakan penjabaran dari tujuan pembelajaran umum. Ujuan ini dirumuskan oleh para guru dengan maksud agar tujuan pembelajaran umum tersebut dapat lebih dispesifikasikan dan mudah diukur tingkat ketercapaiannya.
Dalam menyusun tujuan pembelajaran khusus seorang guru harus memerhatikan beberapa criteria penyusunan tujuan pembelajaran khusus yang baik, yaitu menggunakan kata krja operasional, dirumuskan dalam bentuk hasil belajar, dalam bentuk kegiatan atau perilaku siswa, harus mengandung satu kemampuan, dan memerhatikan ABCD (audience, behavior, condition, dan degree) sebagaimana menyusun indicator.
            Tujuan merupakan dasar untuk mengukur keberhasilan pembelajaran dan juga menjadi landasan untuk menentukan materi, strategi, media, dan evaluasi pembelajaran. Dengan demikian, perilaku yang dilakukan siswa merupakan perilaku dalam upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran dan diharapkan tidak ada perilaku lain di luar tujuan pembelajaran. Sehingga diperlukan rumusan dekripsi tentang cara untuk mengukur perilaku sebagai akibat dari hasil belajar. Hal tersebut menjadi bagian penting yang dilakukan oleh evaluasi pembelajaran dengan rumusan instrument yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. 
·         Klasifikasi Tujuan Pembelajaran
Menurut Bloom dan Krathwohl dan Maria (dalam Rusman, 2009:24-25) klasifikasi tujuan terdiri dari tiga domain atau schemata, yaitu:
1)      Domain Kognitif, yaitu menekankan pada aspek intelektual dan memiliki jenjang dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu (1) pengetahuan yang menitik beratkan pada aspek ingatan terhadap materi yang telah dipelajari mulai dari fakta sampai teori. (2) pemahaman, yaitu langkah awal untuk dapat menjelaskan dan menguraikan sebuah konsep ataupun pengertian.  (3) aplikasi, yaitu kemampuan untuk menggunakan bahan yang telah dipelajari kedalam situasi yang nyata, meliputi aturan, metode, konsep, prinsip, hokum dan teori. (4) analisis, aiu kemampuan dalam merinci bahan menjadi bagian-bagian suaya strukturnya mudah untuk dimengerti. (5) sintesis, yaitu kemempuan mengkombinasikan bagian-bagian menjadi suatu keseluruhan baru yang menitikberatkan pada tingkah laku kreatif dengan cara memformulasikan pola dan struktur baru. Dan (6) evaluasi, yaitu kemampuan dalam mempertimbangkan nilai untuk maksud tertentu berdasarkan criteria internal dan criteria eksternal.
2)      Domain Afektif, yaitu menekankan pada sikap perasaan, emosi, dan karakteristik moral yang diperlukan untuk kehidupan di masyarakat. Domain afektif memilii lima tingkatan dari yang rendah sampai yang paling tinggi, yaitu (1) penerimaan (receiving), misalnya keampuan siswa untuk mau mendengarkan materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dan media pembelajaran dengan melibatkan perasaan , antusiasme, dan semangat belajar yang tinggi.  (2) responding, yaitu kemampuan siswa untuk memberikan timbal balik positif terhadap lingkungan dalam pembelajaran, misalnya: menanggapi, menyimak, bertanya dan berempati. (3) penilaian, yaitu penerimaan terhadap nilai-nilai  yang ditanamkan dalam pembelajaran, membuat pertimbangan terhadap berbagai nilai untuk diyakini dan diaplikasikan. (4) pengorganisasian, yaitu kemampuan siswa dalam hal mengorganiasi suatu system nilai, dan (5) karakterisasi, yaitu pengembangan dan internalisasi dari tingkatan pengorganisasian terhadap representasi kehidupan secara luas.
3)      Domain Psikomotorik, yaitu domain yang menekankan pada gerakan-gerakan fisik. Kecakapan-kecakapan fisik dapat berupa gerakan-gerakan atau keterampilan fisik, baik keteramplan fisik halus maupun kasar. Domain ini erring berhubungan dengan mata pelajaran yang lebih menekankan pada gerakan-gerakan atau keterampilan fisik, seperti seni music, lukis, pahat dan mata pelajaran olahraga. Domain psikomotorik berubungan dengan kemampuan skill atau keterampilan seseorang. Ada enam tingkatan dalam domain ini, yaiu persepsi, kesiapan, grakan terbimbing, gerakan mekanis terpola, gerakan respons kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan keterampilan natural.
·         Pemisahan dan Penggabungan Tujuan
Dengan adanya pemisahan  ujuan menjadi tiga domain tersebut, pertanyaan yang mungkin timbul adalah apakah dalam merumuskan tujuan, kita harus memisahkan antara membuat tujuan kognitif, psikomotor atau tujuan afektif saja. Apabila kita membuat tujuan psikomotor saja atau tujuan afektif saja secara terpisah, rasanya lebih mudah, tetapi tujuan kognitif dan kedua tujuan yang lainnya tampak sukar dipisahkan.
·         Tahap-Tahap Tujuan
Tujuan itu bertahap dari yang mudah (rendah), sedang, sulit (tinggi). Menurut Gagne, tahap-tahap atau tungkatan belajar itu adalah pertama, belajar tentang fakta, kemudian konsep, dilanjutkan dengan belajar peinsip dan akhirnya pemecahan masalah. Fakta dipergunakan untuk mengidentifikasi suatu konsep, kemudian menggabungkan beberapa konsep untuk mengidentifikasi, menggabungkan beberapa konsep untuk mengidentifikasi prinsip, dan akhirnya prinsip dipergunakan untuk memecahkan masalah.
Taksonomi Bloom tentang cognitive domain pun dimulai dari penguasaan tujuan yang rendah, meningkatt, berjenjang ke tingkat yang tinggi.
·         Kelebihan dan Keterbatasan Tujuan
1.      Kelebihan
a.       Membentuk kerangka tiap program instruksional yang dibangun atas kompetensi dasar.
b.      Memberitahu siswa tentang apa yang diharapkan daripadanya.
c.       Menolong guru (penyusun desain pembelajaran) untuk berpikir lebih spesifik, mempermudah, mengatur dan menyusun sistematika pelajaran.
d.      Menunjukkan macam dan ragam dari kegiatan yang diharapkan dari keberhasilan belajar.
e.       Menjadi dasar evaluasi, baik terhadap hasil belajar siswa maupun untuk mengukur keefektifan program instruksional.
f.       Merupakan sarana komunikasi yang terbaik terhadap sesame pengajar, wali murid, maupun pihak lain dari apa yang diajarkan dan apa yang harus dipelajari.
2.      Keterbatasan
a.       Kebanyakan tujuan hanya bertujuan untuk tingkat penguasaan pengetahuan (tingkat kognitif) yang rendah.
b.      Tujuan psikomotor dan kognitif lebih mudah untuk diketahui, tetapi tujuan afektif sulit dinyatakan tujuan maupun cara mengukurnya.
c.       Menyusun struktur (tahap-tahap) pelajaran tertentu seperti matematika, ilmu pengeahuan alam dan pelajaran bahasa lebih mudah dibandingkan seni, ilmu-ilmu social dan humanities.
d.      Bila tujuan belajar hanya diarahkan khusus untuk tujuan yang telah ditentukan (pada tujuan instruksional khusus) saja, tampak program akan berjalan sangat kaku.
e.       Dengan menetapkan ukuran suatu tujuan, rasanya pendekatan belajar kurang manusiawi, dan menganggap bahwa proedur pendidikan terlalu mekanis da tidak personal.

4.      Materi/Bahan Pelajaran (Subject Content)
Subject content adalah materi atau isi pokok bahasan. Ini harus pesifik dan erat hubungannya denga tujuan (learning objectives) yang telah ditetapkan. Jadi, bila kepada siswa diajarkan fakta dan konsep, tentu tidak hanya terhenti sampai prinsip, tetapi harus diadakan pula penerapan prinsip tersebut.
Pokok bahasan yang diajarkan hendaknya memiliki relevansi dengan kebutuhan siswa, baik untuk dihubungkan dengan mata pelajaran berikutnya maupun untuk kebutuhan pengabdian masyarakat, karier, atau kepentingan lain. Untuk pokok bhasan yang terikat oleh unit kegiatan tertentu, seperti pada pelajaran keterampilan, sistematika penyampaian, isi mengikuti langkah-langkah yang sudah ditentukan urutannya (step by step), yang disebut task analysis.
5.      Penjajakan terhadap Siswa (Preassessment)
Tujuan dari kegiatan penjajakan terhadap kemampuan siswa adalah untuk menguji, apakah perencanaan yang telah disusun pada empat langkah sebelumnya dapat diteruskan pada langkah selanjutnya, yaitu kegiatan pembelajaran (teaching /learning activities and resource). Apakah siswa sudah siap dan mampu mempelajari pokok bahasan yang akan diajarkan.
Jadi, preassessment adalah mengujicobakan rencana pokok bahasan, tujuan belajar dari rencana isi. Tidak dipergunakan untuk mengukur kemampuan siswa dilakukan pada assessment of entering behaviors dalam systematic approach to instruction (Ely, 1975), sebab kemampuan segala sesuatu yang menjadi latarbelakang  siswa yang berlaku untuk system perencanaan desain instruksional ini.
Data dari hasil preassessment ini kemudian diolah untuk disimpulkan:
Ø  Apakah tujuan belajar yang telah ditentukan mungkin dapat dicapai dengan kondis dan situasi siswa seperti data yang didapat oleh karakteristik siswa (langkah kedua):
Ø  Apakah siswa berminat terhadap pokok bahasan sesuai dengan tujuan belajar langkah ketiga):
Ø  Apakah yang perlu diajarkan dan apa yang tidak sesuai dengan perencanaan isi pokok bahasan (langkah keempat):
Bila ternyata hasil preassessment tidak dapat memenuhi hal diatas tersebut,maka perencanaan desain perlu direvisi.
6.      Kegiatan Belajar-Mengajar dan Media (Teaching/Learning Activities and Resources)
·         Prinsip-Prinsip Belajar
Menurut B.F  Skinner dan kawan-kawan ada sepuluh prinsip sebagai berikut ini.
1)      Persiapan belajar (prelearning preparation)
Minimal sebelum belajar kita tahu tujuan belajar itu apa, apa yang menjadi pendahuluan belajar atau syarat-syarat sehingga nanti akan dicapai tujuan maksimal.
2)      Motivasi (motivation)
Berdasarkan pengalaman siswa, mana yang disukai siswa agar perhatian belajar dapat meningkat.
3)      Perbedaan individual (individual differences)
Membuat desain berdasarkan pengalaman belajar siswa yang menyangkut empat segi, yaitu penentuan kecepatan belajar, penentuan tingkat, penentuan kemampuan, dan bahan pelajaran apa (materi) yang paling tepat.
4)      Kondisi pembelajaran (instructional condition)
Belajar akan berhasil apabila tujuan belajar sudah jelas
Belajar juga akan lebih mudah apabila materi yang dipelajari juga teratur mulai dari yang mudah dipelajari hingga ke hal yang kompleks.
5)      Partisipasi aktif (active participation)
Kektifan sepenuhnya ada pada siswa; di sini guru haya menyediakan bahan dan majemukcara belajar yang baik.
6)      Penyampaian hasil belajar siswa (successful achievement)
Perlu diatur sedemikian rupa sehingga tetap merangsang siswa belajar dan menyenangkan mereka sehingga ma uterus mengikuti kegiatan belajar karena setiap usaha diberikan penghargaan yang proporsional.
7)      Hasil yang sudah diperoleh (knowledge of result)
8)      Latihan (practice)
9)      Kadar bahan yang diberikan ( rate of presenting material)
10)  Sikap mengajar (instructor’s attitude)

·         Kegiatan Belajar-Mengajar
Tiga jenis kegiatan belajar-mengajar adalah:
1)      Pembelajaran Klasikal (group presentation)
Pengajaran klasikal adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada sejumlah siswa. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah didepan kelas. Kegiatan ini akan dianggap baik apabila siswa aktif berpartisipasi selama pengajaran berlangsung. Partisipasi dimaksud digolongkan dalam tiga kategori, yaitu (a) active interaction with the instructor yaitu siswa bertanya dan pengajar menjawab atau iswa lain berkonsultasi sesudah pengajaran; (b) working at the student’s seat, yaiu iswa mencatt apa yang diajarkan atau mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, dan (c) other mental participation, yaitu siswa juga berpikir tentang apa yang dikemukakan dan mempersiapkan bahan pertanyaan yang akan ditnyakan.
2)      Belajar Mandiri (individual learning)
Bentuk-bentuk belajar mandiri yang kita kenal adalah self instruction (semacam modul), independent study, individualized prescribed instruction (IPI), dan self paced learning. Selain itu, ada pula bentuk-bentuk program belajar mandiri, seperti student contracts, textbook/worksheet, self-learning module (SLM) atau minicourse.
3)      Interaksi antara guru dan siswa (interaction between teacher and student)
Pertemuan tatap muka antara beberapa siswa dalam satu kelompok dan pengajar menjadi tekann disini, seperti berdiskusi, tukar-menukar pikiran, memecahkan masalah bersama tentang hasil belajar dari pengjaran klasikal, dan belajar mandiri. Semuanya dapat diperbincangkan bersama dalam kegiatan belajar-mengajar.

·         Kegiatan Pembelajaran
1)      Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
2)      Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran unuk mencapai kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik secara psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
3)      Penutup
 Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik dan tindak lanjut.

·         Media Pembelajaran (instructional Resources)
Bagaimana memilih media? Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media, yaitu:
1.      Apakah media itu akan dipergunakan klasikal atau belajar sendiri?
2.      Apakah media yang dibuat memerlukan presentasi grafis, seperti desain, flowchart, atau caption?
3.      Apakah media visual yag akan ditampilakan diam atau bergerak (still atau motion picture)?
4.      Juga perhatikan biaya
7.      Pelayanan Penunjang (Support Services)
Pelayanan penunjang tersebut bisa berupa petugas, dana, fasilitas, peralatan, teknisi, staf adminitrasi, dan lain-lain. Ia digunakan dimulai dari awal penyusunan desain sampai dngan berakhirnya proses belajar-mengajar. Adapun petugas yang menunjang mulai dari perencanaan desain sampai dengan tuntasnya pelaksanaan program secara menyeluruh dan lengkap adalah sebagai berikut.
a.       Tenaga ahli dan pembantu
b.      Pengadaan bahan
c.       Fasilitas
d.      Peralatan
e.       Penjadwalan waktu

8.      Evaluasi
·         Ukuran pencapaian (standard of achievement)
Sekurang-kurangnya ada dua macam cara mengukur pencapaian hasil belajar siswa, yaitu dengan:
Ø  Norm Referenced Testing, yaitu dikategorikan orang sebagai cara lama karena pencapaian siswa ukurannya sangat relative; kurang ada alasan yang kuat untuk dikatakan baku karena hasil belajar seorang siswa hanya dibedakan dengan hasil yang dicapai oleh teman sekelasnya atau rata-rata pada satu sekolah dibandingkan dengan hasil rata-rata dengan sekolah lain.
Ø  Criterion Referenced Testing, adalah cara yang dikehendaki dalam rangka proses belajar-mengajar dengan mempergunakan desain system instruksional. Sebab, dengan cara penilaian ini tiap siswa dituntut untuk dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan dengan jelas sebelum siswa melakukan kegiatan belajarnya. Penguasaan belajar tuntas (mastery learning) pada dasarnya adalah demikian, yaitu tiap siswa diharapkan dapat mencapai seluruh tujuan belajar yang telah ditentukan sebelumnya dengan jelas dan rinci.

·         Menilai Tujuan Belajar kognitif
Tes tertulis bisa berbentuk tes objektif dan tes esai. Macam tes objektif biasanya berupa: benar-salah (true-false), menjodohkan (matching), mengisi jawaban pendek (short answer), dan multiple choice. Tes esai umumnya dipergunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengukur, menghubungkan, mengintegrasi dan menilai suatu ide.
·         Menilai Tujuan Belajar Psikomotor
Tujuan belajar psikomotor bersifat keterampilan (motor skill). Jadi tujuan belajarnya adalah siswa dapat/terampil mengerjakan sesuatu.
·         Menilai Tujuan Belajar Afektif
Menilai tujuan belajar siswa yang berhubungan dengan sikap dan nilai,perlu dikumpulkan data siswa dengan berbagai cara, misalnya dengan:
1.      Meneliti tingkah laku siswa
2.      Mendengarkan pendapat dan komentar siswa
3.      Meneliti hasil kuesioner yang telah diisi oleh siswa
4.      Mengajukan pertanyaan tertulis dengan bentuk multiple choice
5.      Mengajukan pertanyaan tertulis dengan jawaban rentangan (ranting scale).
Kelebihan
Dalam model pembelajaran Kemp ini, disetiap melakukan langkah atau prosedur terdapat revisi terlebih dahulu gunanya untuk menuju ketahap berikutnya. Tujuannya adalah apabila terdapat kekurangan atau kesalahan di tahap tersebut, dapat dilakukan perbaikan terlebih dahulu sebelum melangkah ke tahap berikutnya.

Kekurangan
Model pembelajaran Kemp ini agak condong ke pembelajaran klasikal atau pembelajaran di kelas.oleh karena itu, peran guru disini mempunyai pengaruh yang besar, karena mereka dituntut dalam rangka program pengajaran, instrument evaluasi dan strategi pengajaran.














BAB III
PENUTUP
Model pembelajaran Jerold E. Kemp (1977), terdiri atas delapan langkah, yaitu:
1.      Menentukan tujuan pembelajaran umum atau standard kompetensi dan kompeteni dasar, yaitu tujuan yang ingin dicapai dalam setiap kegiatan pembelajaran
2.      Membuat analisis tentang karakteristik siswa. Analisis ini diperlukan antara lain untuk mengetahui apakah latar pendidikan dan social budaya siswa memungkinkan untuk mengikuti program, serta langkah-langkah apa yang perlu diambil.
3.      Menentukan tujuan pembelajaran khusus atau indicator, yaitu tujuan yang spesifik, operasional, dan terukur. Dengan demikian, siswa akan tahuapa yang harus dipelajari, bagaimana mengerjakannya, dan apa ukurannyabahwa siswa telah berhasil. Dari segi guru, rumusan itu akan berguna dalam menyusun tes kemampuan dan pemilihan bahan/materi yang sesuai.
4.      Menentukan materi/bahan pelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus.
5.      Mnentukan penjajagan awal (preassessment) atau pretest, yaitu untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memenuhi persyaratan belajar yang dituntut untuk mengikuti program pembelajaran. Dengan demikian, dalam pembelajaran guru dapat memilih materi yang dibutuhkan dan diperlukan tanpa harus menyajikan materi yang tidak perlu  dan siswa tidak cepat bosan.
6.      Menentan strategi belajar-mengajar dan sumber belajar yang sesuai. Criteria umum untuk pemilihan strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus tersebut adalah : (a) Efisiensi; (b) Keefektifan; (c) Ekonomis; (d) Keptaktisan melalui suatu analisis alternative
7.      Koordinasi sarana penunjang yang diperlukan, meliputi biaya, fasilitas, pralatan, waktu dan tenaga.
8.      Mengadakan evaluasi, yaitu mengontrol dan mengkaji keberhasilan program secara keseluruhan, yaitu: (a) siswa; (b) program pembelajaran; (c) instrument evaluasi; dan (d) metode yang digunakan.


DAFTAR PUSTAKA
Rusman.2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru. Jakarta:      Rajawali Pers
Pribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat
B. Uno, Hamzah.2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Roestiyah. 1986. Masalah Pengajaran sebagai Suatu Sistem. Jakarta: Bina Aksara
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Mukhtar , Martinus Yamin. 2005. Metode Pembelajaran yang Berhasil. Jakarta: PT Nimas Multima
Arsyad, Azhar.2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
http://www.docstoc.com/docs/106451989/model-jerold-e-kemd-dkk